BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria
minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Untuk menjamin terwujudnya hal
tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan
prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang
ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana. Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan
memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan lembaga pendidikan
umum yang berada dibawah pembinaan Kementerian Pendidikan
Nasional. Agar pendidikan di lembaga pendidikan Islam menjadi efektif
maka diperlukan sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap tertata
dengan baik sehingga bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin demi menunjang
proses belajar mengajar yang berkualitas. Demi tertatanya sarana dan
prasarana pendidikan pada lembaga pendidikan islam, maka diperlukan
adanya pengelolaan sarana dan prasarana secara profesional.
Ada beberapa faktor yang dapat mempegaruhi terhadap pendidikan Islam dan
pengembangan serta keberhasilan suatu pendidikan, dan salah satu diantaranya
adalah faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala
sesuatu yang ada disekitar anak didik. Lingkungan dapat memberikan pengaruh
yang positif atau negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan pokok
permasalahan, yaitu:
1. Apa yang dimaksud sarana dan prasarana?
2. Apakah jenis-jenis sarana prasarana pendidikan Islam?
3. Bagaimana proses manajemen pengelolaan sarana dan
prasarana pendidikan Islam?
4. Apa yang dimaksud dengan lingkungan?
5. Apakah macam-macam lingkungan dalam pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sarana dan
Prasarana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sarana adalah
segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau
tujuan; alat; media. Sedangkan Prasarana adalah Segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha;
pembangunan; proyek, dan sebagainya)
Secara etimologi sarana adalah
alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya ruang, buku,
perpustakaan, laboratorium, dan sebaginya. Prasarana adalah alat tidak
langsung untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan misalnya lokasi/tempat
bangunan sekolah, jalan, dan sebagainya.
Sarana Pendidikan adalah perlengkapan pembelajaran yang
dapat dipindah-pindah. Sedangkan
Prasarana Pendidikan adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi
sekolah/madrasah.
Sarana dan Prasarana pendidikan adalah semua benda
bergerak maupun tidak bergerak yang diperlukan untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar mengajar pada lembaga pendidikan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara khusus dapat dibedakan
antara sarana pendidikan dan prasarana pendidikan. Sarana Pendidikan adalah meliputi
semua peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses
pendidikan. Prasarana adalah semua komponen yang secara tidak langsung
menunjang semua proses belajar mengajar atau semua fasilitas yang
ada sebelum adanya sarana pendidikan.
B. Jenis-jenis Sarana Prasarana Pendidikan Islam
Metode adalah salah satu sarana penting dalam proses
pendidikan agama juga harus dikaji dan dikembangkan. Sejalan dengan tuntutan
perkembangan jiwa anak didik atau remaja agar mampu membawa dirinya dalam aneka
kompetisi kehidupan modern. Kehidupan yang penuh tantangan dan pertentangan
nilai-nilai etik-sekularistik dan nilai-nilai sosialistik-religius atau
nila-nilai relativisme kultural yang berubah-ubah.
Metode pendidikan hanya menitikberatkan pada kemampuan
verbalistik harus diubah menjadi kemampuan menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agama. Metode pendidikan agama yang menggunakan pendekatan
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang satu sama lain terpisah, berdiri
sendiri dalam mengembangkan potensi keagamaan perlu dilakukan modifikasi dengan
mengintegrasikan ketiganya dalam satu pola perkembangan pribadi yang utuh.
Sasaran utamanya pada kemampuan mengamalkan dalam perilaku yang mengacu kepada
kebutuhan pembangunan masyarakat.
Prinsip-prinsip yang dapat dijadikan dasar dalam
pengembangan kesejahteraan hidup manusia di dunia yaitu sabda Rasul: “Mudahkanlah, janganlah engkau persulit, berilah
kabar-kabar yang menggembirakan dan jangan sekali-kali memberi kabar yang
menyusahkan sehingga mereka lari dan menjauhkan diri darimu, saling taatlah
kamu dan janganlah berselisih yang dapat merenggangkan kamu”.
Dari hadis ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
menyelenggarakan (metode) pendidikan Islam harus mendasarkan kepada prinsip:
1.
Memudahkan dan tidak mempersulit.
2.
Menggembirakan dan tidak menyusahkan.
3.
Dalam memutuskan sesuatu hendaknya selalu memilki kesatuan pandangan dan
tidak berselisih paham yang dapat membawa pertentangan bahkan pertengkaran.
Menurut Drs. H.M. Arifin Med., bahwa dalam Al-Qur’an dan Sunah Nabi dapat
ditemukan metode-metode untuk Pendidikan agama itu antara lain:
1.
Perintah/larangan
2.
Ceritera tentang orang-orang yang taat dan orang-orang yang berdosa (kotor)
dan lain-lain serta akibat perbuatan mereka
3.
Peragaan
4.
Instruksional (bersifat pengajaran)
5.
Acquisition (self-education)
6.
Mutual education (mengajar dalam kelompok)
7.
Exposition ( dengan menyajikan) yang didahului dengan motivation
(menimbulkan minat)
8.
Function ( pelajaran dihidupkan dengan praktek)
9.
Explanation (memberikan penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas)
Metode yang dipergunakan dalam mengajar anak-anak berlainan dengan apa yang
dipakai untuk mengajar orang yang lebih besar. Al-Ghazali telah menyarankan
dipakainya metode ini karena antara anak kecil dan yang besar terdapat
perbedaan tanggapan. Al-Ghazali berkata: “kewajiban utama dari seorang
juru-didik ialah mengajarkan kepada anak-anak apa-apa yang gampang dan mudah
dipahaminya, oleh karena masalah-masalah yang pelik akan mengakibat kekacauan
pikiran dan menyebabkan lari dari ilmu”.
Anak-anak membutuhkan hal-hal yang dapat dirasa yang ada hubungannya dengan
lingkungan hidupnya, bahan-bahan yang mudah dimengerti, sedang sebaliknya
orang-orang besar dapat mengerti hal-hal yang bersifat abstrak ( tidak
kelihatan ) yang sesuai dengan logika dan mantiq.
Sebuah pendekatan dan metode transformatif yang dikemukakan Achmadi dalam
bukunya Ideologi Pendidikan Islam
perlu dipertimbangkan. Pendekatan dan metode transformasi ini menawarkan empat
pendekatan, yaitu pendekatan yang humanistik, religius, rasional kritis,
fungsional, dan kultural.
Dengan pendekatan dan metode transformatif ini, maka pendidikan agama yang
diberikan tidak hanya menekankan dimensi ritualitas, formalitas, dan
intelektualnya saja, melainkan juga disertai dengan dimensi spiritualitas,
ideologis, dan sosial.
Sarana dan prasarana lainnya yang bersifat fisik seperti fasilitas
peribadatan dan buku-buku bacaan yang bernilai religius dan memotivasi perilaku
susila atau sopan santun sosial dan nasional. Sarana yang mendorong terciptanya
kemampuan kreatif dalam berilmu pengetahuan. Hal ini perlu disediakan di dalam
semua lingkungan pendidikan secara terencana dalam setiap RIP (Rencana Induk
Pembangunan) sekolah dan masyarakat.
Dalam hal sarana tersebut, meskipun belum memadai kebutuhan pendidikan
agama, namun kita harus mampu memanfaatkann sarana yang telah tersedia walau
masih dalam serba kekurangan. Yang terpenting ialah para pendidik agama dapat
menjadikan diri pribadinya sebagai uswatun
hasanah dalam pergaulan kependidikan
di kalangan murid-murid dan anak didiknya. Pendidikan harus mampu menjadikan
dirinya sarana kependidikan agama yang paling efektif. Baik di dalam maupun di
luar sekolah pendidikan agama atau guru agama atau pada khususnya adalah
pembawa norma agama yang dididik (norma dragger).
Sarana lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah organisasi POMG yang
telah terbentuk di banyak sekolah kita
adalah amat penting untuk didayaguakan bagi efektivitas pendidikan agama di
sekolah dan di rumah.
Organisasi ini merupakan wadah kerja sama antara sekolah dan rumah di mana
pelaksanaan pendidikan agama mempunyai arti sangat penting untuk penghayatan
dan pengamalan yang berkesinambungan akan nilai-nilai pendidikan agama di kedua
lembaga tersebut. Organisasi ini juga dapat dijadikan forum dialog antara orang
tua murid dengan guru agama di mana guru berfungsi sebagai konselor terhadap
mereka.
Bimbingan dan penyuluhan agama perlu digalakkan melalui berbagai perjumpaan
antara guru agama dan keluarga murid. Pelaksanaanya diarahkan kepada reedukasi agama kepada orang tua,
meskipun harus dilakukan secara bijaksana (ontwilkerig). Pengajian-pengajian
privat di rumah keluarga murid perlu dikembangkan dengan petunjuk khusus bagi
guru-guru agama yang memberikan privat les agama. Kaset-kaset cerita anak-anak
yang mengandung jiwa dan moral agama, dan mengandung pelajaran agama bagi orang
tua, perlu dikembangkan secara kualitatif dan kuantitatif. Begitu pula kaset
video atau film produksi nasional kita perlu diwarnai dengan corak kultural
edukatif yang religius.
Organisasi sosial remaja kita tidak boleh melupakan penyuluh atau dai agama
dalam kegiatan-kegiatan kebersamaan mereka, besar dan kecil. Juga berbagai
lembaga sosial dan lembaga bisnis komersial (perusahaan atau pabrik), perlu
diintensifkan pembinaan hidup keberagaman karyawan atau anggota-anggotanya oleh
penyuluh agama. Misalnya, di lingkungan umat Islam dengan birohis.
Bagi masyarakat luas perlu dikembangkan lembaga
penasihat agama baik dari ormas-ormas keagamaan maupun yayasan-yayasan
ataupun lembaga pendidikan tinggi agama dan sebagainya.
Dalam masyarkat yang semakin maju di bidang materiil dan teknologis.
Semakin tinggi kompleksitas hidup mental-kejiwaannya, semakin memerlukan
tuntutan nasihat batin kelembagaan agar tidak terperangkat ke dalam jurang
kegersangan materialisme dan sekularistik, di negeri kita yang berdasarkan
Pancasila kita, agama merupakan aspek terpenting dari budaya kehidupan
masyarakatnya, dan masih dipandang sebagai sumber
konsultasi untuk memecahkan problema kehidupan.
C.
Proses Manajemen Sarana
Prasarana Pendidikan Islam
Secara
umum, proses kegiatan manajemen sarana prasarana pendidikan, meliputi
perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, penghapusan dan
penataan.
Proses-proses ini penting dilakukan agar pengadaan sarana prasarana, tepat
sasaran dan efektif dalam penggunaan. Jangan sampai terjadi proses pengadaan
sarana prasarana pendidikan hanya didasarkan atas faktor prestise belaka, tanpa
memikirkan tingkat kebermaknaannya (meaningfulness) terhadap proses
pembelajaran. Tahapan-tahapan kegiatan manajemen sarana prasarana sebagaimana
tersebut di atas, harus dilakukan secara kontinyu agar dapat berdaya guna dalam
waktu yang lama.
Proses
manajemen sarana prasarana pendidikan Islam yang akan dibahas di sini berkaitan
erat dengan:
1.
Perencanaan sarana
prasarana pendidikan Islam
Perencanaan merupakan fungsi pertama
yang harus dilakukan dalam proses manajemen. Perencanaan sarana dan prasarana
pendidikan merupakan suatu proses analisis dan penetapan kebutuhan yang
diperlukan dalam proses pembelajaran dan kebutuhan yang dapat menunjang
keberhasilan proses pembelajaran. Dalam proses perencanaan ini harus dilakukan
dengan cermat dan teliti baik berkaitan dengan karakteristik sarana dan
prasarana yang dibutuhkan, jumlahnya, jenis dan kendalanya (manfaat yang
didapatkan), beserta harganya. Berkaitan dengan perencanaan ini, Jones (1969)
menjelaskan bahwa perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah
harus diawali dengan analisis jenis pengalaman pendidikan yang diprogramkan
sekolah.
2.
Pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan Islam
Pengadaan sarana prasarana pendidikan di
sekolah pada hakikatnya adalah kelanjutan dari program perencanaan yang telah
disusun oleh sekolah sebelumnya. Dalam pengadaan ini harus dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah disusun sebelumnya dengan memperhatikan skala
prioritas yang dibutuhkan oleh sekolah dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan
proses pembelajaran.
Pendidik hendaknya menyesuaikan sarana
pembelajaran dengan faktor-faktor yang dihadapi, yaitu tujuan apakah yang
hendak dicapai, media apa yang tersedia, pendidik mana yang akan
mempergunakanya, dan peserta didik mana yang dihadapi. Faktor lain yang
hendaknya dipertimbangkan dalam pemilihan sarana pembelajaran adalah kesesuaian
dengan ruang dan waktu.
3.
Inventarisasi sarana
dan prasarana pendidikan Islam
Inventarisasi dapat diartikan sebagai
pencatatan dan penyusunan daftar barang-barang milik negara secara sistematis,
tertib dan teratur berdasarkan ketentuan-ketentuan atau pedoman-pedoman yang
berlaku. Hal ini sesuai dengan keputusan mentri keuangan RI Nomor Kep. 225/MK/V/4/1971
bahwa barang milik negara berupa semua barang yang berasal atau dibeli dengan
dana yang bersumber baik secara keseluruhan atau bagian sebagainya dari APBN
atupun dan lainya yang barang-barangnya dibawah penguasaan kantor departemen
dan kebudayaan, baik yang berada didalam maupun luar negeri.
4.
Pengawasan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan Islam
Pengawasan merupakan salah satu fungsi
manajemen yang harus dilaksanakan oleh pimpinan organisasi. Berkaitan dengan
sarana prasarana pendidikan di sekolah, perlu adanya kontrol baik dalam
pemeliharaan atau pemberdayaan. Pengawasan terhadap sarana prasarana pendidikan
di sekolah merupakan usaha yang ditempuh oleh pimpinan dalam membantu personil
sekolah untuk menjaga atau memelihara dan memanfaatkan sarana prasarana sekolah
dengan sebaik mungkin demi keberhasilan proses pembelajaran disekolah.
5.
Penghapusan sarana dan
prasarana sekolah
Penghapusan sarana prasarana pendidikan
adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik lembaga (bisa juga milik negara)
dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala sekolah memiliki kewenangan utuk melakukan penghapusan terhadap perlengkapan
sekolah. Namun perlengkapan yang akan dihapus harus memenuhui
persyaratan-persyaratan penghapusan.
Dalam
penghapusan barang ini, kepala sekolah beserta stafnya hendaknya mengelompokan
dan mendata barang-barang yang akan dihapus, kemudian mengajukan usulan
penghapusan beserta lampiran jenis barang yang akan dihapus ke Diknas/
Departemen Agama. Setelah SK dari kantor pusat tentang penghapusan barang
terbit, maka dapat dilakukan penghapusan barang sesuai berita acara yang
ada. Penghapusan barang ini dapat
dilakukan dengan cara pemusnahan atau pelelangan.
D. Pengertian Lingkungan
Yang
dimaksud dengan lingkungan ialah sesuatu yang berada di luar diri anak dan
mempengaruhi perkembangannya.
Menurut
Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
lingkungan sekitar ialah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan dan
perkembangan kecuali gen-gen. Bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai
menyiapkan lingkungan bagi gen lain.
1. Drs. H.M. Hafiz Anshari
Lingkungan ialah : “segala sesuatu yang ada disekitar anak baik berupa
benda- benda, peristiwa-peristiwa yang terjadi maupun kondisi masyarakat
terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak yaitu lingkungan
dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan mana anak bergaul
sehari-hari”.
2. Ali Saifullah, MA
Lingkungan ialah : “segala sesuatu yang terdapat disekitar anak yang
bersifat kebendaan dan karena itu bukan pribadi atau pergaulan yang bersifat
pribadi”.
Pendapat lain mengatakan bahwa di dalam lingkungan itu
tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada suatu saat, melainkan terdapat pula
faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi
perkembangan dan tingkah laku anak.
Tetapi secara aktual hanya faktor-faktor yang ada di sekeliling anak tersebut yang
secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
E. Macam-macam Lingkungan
dalam Pendidikan Islam
Menurut Drs. Abdurrahman Saleh ada tiga macam pengaruh
lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan anak, yaitu:
1. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
Lingkungan semacam ini adakalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan
adakalanya pula agak sedikit tahu tentang hal itu.
2. Lngkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi
tanpa keinsafan batin: biasanya lingkungan demikian mengasilkan anak-anak
beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
3. Lingkungan yang memiliki tradisi agama. Lingkungan ini
memberikan motivasi (dorongan) yang kuat kepada anak untuk memeluk dan
mengikuti pendidikan agama yang ada. Apabila lingkungan ini ditunjang oleh
pimpinan yang baik dan kesempatan yang memadai, maka kemungkinan besar
hasilnyanpun paling baik.
Dari uraian
tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan itu dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Pengaruh lingkungan positif
2. Pengaruh lingkungan negatif
3. Pengaruh lingkungan netral
Selanjutnya di bawah ini akan dibahas beberapa lembaga
yang tumbuh di dalam masyarakat serta mempunyai pengaruh luas bagi kehidupan agama
anak.
a. Keluarga
Keluarga (Arab:
al-usrah, Inggris: familly) menurut pengertian yang umum adalah satuan
kekerabatan yang sangat mendasar si masyarakat yang terdiri atas ibu, bapak dan
anak (Anton M. Moeliono, 1989:413). Sedangkan Hasan Ayyub (1994: 255)
menjelaskan bahwa keluarga ialah suatu kumpulan manusia dalam kelompok kecil
yang terdiri atas suami, isteri dan anak-anak. Kumpulan dari beberapa keluarga
disebut masyarakat (society atau
al-mujtama’). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan
organisasi terkecil dari suatu masyarakat- masyarakat terus berkembang, baik
secara horizontal maupun vertikal menjadi suku (sya’b) dan atau bangsa (nation).
Para ahli didik
umumnya menyatakan pendidikan di lembaga ini merupakan pendidikan pertama dan
utama.
Pada tahun-tahun
pertama, orang tua memegang peranan utama dan memikul tanggung jawab pendidikan
anak. Pada saat ini pemeliharaan dan pembiasaan sangat penting dalam
pelaksanaan pendidikan. Kekurangan belaian kasih sayang orang tua menjadikan
anak keras kepala, sulit diatur, mudah memberontak dan lain-lain, tetapi
sebaliknya kasih sayang, yang berlebihan menjadikan anak manja, penakut, tidak
cepat untuk dapat hidup mandiri.
Keluarga yang
ideal ialah keluarga yang mau memberikan dorongan kuat kepada anakanya untuk
mendapatkan pendidikan agama. Jika meraka mampu dan berkesempatan, maka mereka
lakukan sendiri pendidikan agama ini, tetapi apabila tidak mampu atau tidak
berkesempatan, maka mereka datangkan guru agama untuk memberikan pelajaran
privat kepada anak-anak mereka. Di samping itu mereka masih memberikan
perhatian dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan. Mereka merasa kecewa
dan merasa berdosa kepada Tuhan apabila tidak memberikan perhatian pendidikan
agama ini. Keluarga demikianlah yang melahirkan anak-anak taat menjalankan
agama.
Adapun keluarga
acuh atau tidak taat menjalankan agama atau bahkan membenci kepada ajaran
agama, keluarga ini tidak akan memberikan dorongan kepada anaknya untuk
mempelajari agama. Malahan boleh jadi mereka bersikeras, melarang anaknya
mempelajari agama. Karena mereka berkeyakinan bahwa agama itu justru menghambat
perkembangan dan kehidupan anaknya. Keluarga yang demikianlah yang meluhurkan
anaknya bersikap apatis terhadap agama bahkan mungkin menjadi ingkar terhadap
kebenaran agama. Setelah anak memasuki masa kanak-kanak (estetis),
lingkungannya sudah makin luas.
Selain dari
ayah bundanya, keluarga-keluarga lain pun telah memegang peranan. Hubungan dengan
keluarga selain ibu bapak, membawa akibat-akibat baru terhadap anak-anak itu.
Orang tua yang bijaksana akan memberi kesempatan secukupnya kepada anak-anaknya
untuk bergaul dengan keluarga-keluarganya itu, tetangga-tetangga yang dekat dan
sebagainya.
b. Sekolah
Sekolah adalah
lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Pada waktu anak-anak
menginjak umur 6 atau 7 tahun perkembangan intelek, daya pikir telah meningkat
sedemikian rupa, karena itu pada masa ini disebut masa keserasian bersekolah.
Pada saat ini anak telah cukup matang belajar di sekolah. Ia telah mampu
mempelajari ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah seperti matematika, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa, Olahraga, Keterampilan,
Agama dan sebagainya.
Lingkungan
sekolah yang positif terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan yang memberikan
fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama ini. Apalagi kalau
sekolah ini memberikan sarana dan prasaran yang memadai untuk penyelenggaraan
pandidikan agama, maka dibuatkan pula tempat wudhu, tempat ibadah, diadakan
buku-buku ke-Islaman di dalam perpustakaan sekolah dan diberikan kesempatan
yang luas untuk penyelenggaraan praktek-praktek ibadah dan peringatan hari-hari
besar Islam dan lain-lain. Lingkungan yang seperti demikian inilah yang mampu
membina anak rajin beribadah, berpandangan luas dan daya nalar yang kreatif.
Sedangkan
lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa untuk gemar beramal,
justru menjadikan anak jumud, picik, berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini
menghambat pertumbuhan anak.
Lingkungan
sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah
berusaha keras untuk meniadakan kepercayaan agama di kalangan anak didik. Di
zaman ORLA didapati ceritera adanya guru taman kanak-kanak yang membenci dan
berusaha untuk menghilangkan kepercayaan agama anak-anak.
c. Tempat ibadah
Yang dimaksud
tempat ibadah di sini yaitu mushalla, masjid dan lain-lain. Oleh umat Islam
tempat ini digunakan untuk pendidikan dasar-dasar ke-Islaman. Pendidikan ini
merupakan kelanjutan pendidikan di dalam keluarga. Di tempat ini biasanya
diadakan pendidikan dan pengajaran Islam baik individu atau klasikal (dalam
bentuk madrasah Diniyah), rutin maupun berkala.
Di samping
itu seringkali diadakan pengajian-pengajian umum seperti pengajian untuk
peringatan hari-hari besar Islam, tabligh akbar, diskusi dan seminar.
d. Masyarakat
Masyarakat ialah
kumpulan individu, baik kecil maupun besar, yang terkait oleh satuan, adat,
ritus atau hukum khas,dan hidup bersama (M. Quraish Shihab 1996: 319). S.
Takdir Alisjahbana (1986: 137) menyatakan bahwa masyakat merupakan
kelompok-kelompok sosial majemuk yang saling berhubungan secara horizontal dan
vertikal.
Organsasi-organisasi
yang tumbuh di mayarakat itu banyak, antara lain:
1) Kependudukan
2) Perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti perkumpulan
mahasiswa, perkumpulan pelajar, (HMI, PMII, PII, IPN, IPPNU, Ansor dan
sebagainya)
3) Perkumpulan-perkumpulan olah raga dan kesenian.
4) Perkumpulan-perkumpulan sementara Panitia penolong
korban bencana alam.
5) Perkumpulan (club-club) pengajian atau diskusi
6) Perkumpulan koperasi dan lain-lain.
Organisasi-organisasi
seperti di atas jika mendasarkan diri pada agama mempunyai pengaruh postif bagi
kehidupan agama.
Perkumpulan
dan persekutuan hidup masyarakat yang memberikan anak untuk hidup dan
mempraktekkan ajaran Islam rajin beramal, cinta damai, toleransi dan suka
menyambung Ukhuwah Islamiyah, sebaliknya lingkungan yang
tidak menghargai ajaran Islam maka dapat
menjadikan anak apatis atau masa bodoh kepada agama Islam. Apalagi masyarakat
yang membenci kepada Islam, maka akhirnya anaknya akan membenci kepada Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sarana dan Prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak maupun tidak
bergerak yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses
belajar mengajar pada lembaga pendidikan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara umum, proses kegiatan manajemen
sarana prasarana pendidikan, meliputi perencanaan, pengadaan, pengawasan,
penyimpanan inventarisasi, penghapusan dan penataan.
Lingkungan
ialah sesuatu yang berada di luar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya. Menurut Drs. Abdurrahman Saleh ada tiga macam
pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan anak, yaitu:
1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
2) Lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi
tanpa keinsafan batin.
3) Lingkungan yang memiliki tradisi agama.
Lembaga
yang tumbuh di dalam masyarakat serta mempunyai pengaruh luas bagi kehidupan agama
anak yaitu keluarga, sekolah, rempat ibadah dan masyarakat.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas
penulis akan memberikan saran yang akan menjadi masukan dan pertimbangan untuk
mengatasi permasalahan sarana prasarana dan lingkungan Islam antara lain :
1.
Pendidikan
agama sebagai salah satu aspek dasar daripada pendidikan nasional Indonesia,,
alangkah baiknya jika lebih memperhatikan sarana prasarana pendidikan Islam
untuk menunjang kualitas pembelajaran.
2.
lingkungan
pendidikan Islam mencakup keluarga, sekolah, tempat ibadah dan masyarakat,
alangkah baiknya jika saling bekerjasama satu lingkungan dengan lingkungan lain
untuk mengoptimalkan kualitas pendidikan Islam
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: penerbit Bumi Aksara, Cet. Ke-II, 2007.
Saridjo, Marwan. Mereka Berbicara Pendidikan Islam Sebuah Bunga
Rampai. Jakarata: penerbit Rajagrafindo, Cet. Ke-I, 2009.
Uhbiyati, Nur. Ilmu
Pendidikan Islam (IPI). Bandung: penerbit Pustaka Setia. Cet. Ke-II,1998.
Athiyah, M. Abrasyi. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: penerbit Bulan
Bintang, Cet. Ke-VI, 1990.
Abd, Atang Hakim., Mubarok, Jaih. Metodologi Studi Islam. Bandung: penerbit Remaja Rosdakarya, Cet.
Ke-V, 2002.